Permaianan mariam bambu sudah lama dimainkan di Tanah Air ini. Khususnya di Provinsi Banten, Permaianan Mariam Bambu masih dimainkan menjelang bulan suci ramadhan, dan biasa dimainkan dikalau sore hari sampai pertengahan malam. Anak-anak di kampung tempat saya tinggal dulu selalu bermain meriam bambu, Meriam ini juga bisa difungsikan untuk membangunkan warga kampung yang ingin bangun sahur.
Meriam bambu tentu terbuat dari bambu, Cara membuat meriam bambu sangat gampang dan mudah. Potong bambu dengan panjang 1 m dan diameter bambu kira-kira 10-13 cm, usahakan mencari bambu yang baru, besar, dan tebal, lubangi selaput bambu yang ada di dalam bambu, tapi selaput 1-2 dari belakang jangan di lobangi karna untuk menahan ledakan yang akan di hasilkan.
Kemudian lubangi bagian atas bambu sebesar jari jempol kaki orang dewasa. Tapi saat melobangi harus dari selaput 1-2 dr belakang. Sekarang meriam sudah jadi. Tinggal mengisinya dengan minyak lampu, lalu siapkan ranting kayu panjang kira-kira 1 meter, untuk menyulut meriam bambu.
Sulut dengan api, hembus, sulut, hembus, sulut, hembus. Kalau sudah panas, hembuslah asap kira-kira tiga atau empat hembusan. Lalu cobalah sulut, maka suara ledakan akan terdengar. Dum! Suaranya semakin keras jika meriam ini semakin panas.
Mariam Bambu selain untuk permainan juga bisa digunakan untuk mengusir binatang-binatang pengganggu Hama Tanaman seperti Monyet. Suara Mariam Bambu juga bisa menakutkan bagi binatang-binatang lainnya seperti Ular.
Ketika semua anak sudah punya meriam, maka kami pun main perang-perangan juga. Tentu saja perang tanding keras suara. Meriam anak yang suaranya pelan, akan diejek sebagai meriam “butut!” oleh seorang kawan dan biasanya akan disusul oleh gelak-tawa anak-anak yang lain.
Butut! Butut! Butut! Segera setelah itu, biasanya si anak yang diejek akan membuat meriam yang baru, agar suaranya bisa mengalahkan meriam anak-anak yang lain.
Permainan ini sangat berbahaya. Maka itu banyak orang tua menyarankan kepada anak-anaknya yaitu jauhkan wajah ketika menyulut dan menghembus asap, kalau tidak mata bisa jadi korban.
Sekarang suara meriam itu jarang lagi terdengar. Saya sangat rindu ketika menjelang bulan puasa begini, suara meriam sudah menggema di mana-mana, seakan berkata-tepatnya mungkin berteriak “marhaban ya ramadhan”.
Faktor lain yang mempengaruhi, hilangnya permainan mariam bambu ini yaitu pohon bambu yang sudah jarang ada dikampung, desa, dan tepi sungai. Dan juga akibat mahalnya minyak lampu yang sekarang tak disubsidi lagi oleh pemerintah. Jangankan untuk meriam, untuk kompor saja orang mikir 100 kali dulu sebelum membelinya.